Gedung Student Center Lt.3 No.15 Kampus UIN SGD Bandung. Jln, A.H Nasution No.105, Cibiru-Bandung, Bandung LPM SUAKA UIN SGD Bandung © 2023

Riuh Rendah Gelaran Musik Bawah Tanah

Foto dan teks: Afina Naqiyya Salsabila/Suaka

 

Lorong Student Centre (SC) UIN Bandung terlihat sumpek dari biasanya. Orang-orang berbaju gelap memenuhi pelataran hingga dalam SC. Jajaran zine, buku, dan t-shirt berjejer di meja berukuran 3×1.5 meter. Di sebrang meja itu flayer berisikan protes tertempel dan tersusun rapi di sisi dinding.

Suara hingar-bingar dari distorsi gitar dan pukulan drum terbawa angin hingga parkiran SC. Suara tersebut berasal dari aula B. Di dalam ruangan itu, sejumlah orang menganggukkan kepala saat The Space Odity membawakan lagu Black Sabbath berjudul War Pigs di acara yang digagas GreenHorn (GR) X Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) Vol. 2.

Ruangan tersebut terlihat tidak biasa. Kain hitam dibentangkan menutup seisi sisi kaca aula yang membuat ruangan menjadi gelap. Di samping drum, kain bertuliskan ‘No Rasict, No fascist, No Sexcist’ menambah nilai bahwa acara ini mengusung egaliter dan inklusifitas. Tidak hanya itu, penataan cahaya yang unik menambah kesan magis yang menghidupkan suasana pertunjukan. Lampu sorot berwarna merah ditambah cahaya yang dipancarkan dari proyektor membuat ruangan terlihat kerlap-kerlip.

Beragam band alternative seperti Red Circus, BGO, Gummy, Anemosdesma, DISJE, hingga Mindlock turut hadir memeriahkan acara. Tidak terbatas pada satu genre saja, eksistensi kultur underground sejatinya memang memiliki beberapa sub-genre seperti; punk, metal, rock, dan hardcore dapat bersatu padu. Tak tertinggal tarian tak karuan turut menambah khasanah acara bawah tanah yang digelar di kampus hijau.

Salah satu penggagas acara sekaligus gitaris Anemodesma, Alung (22) bercerita mengenai persiapan showcase yang tergolong singkat namun cukup matang untuk sebuah acara. “Kami melakukan pertemuan setiap Kamis malam, melibatkan beberapa elemen dari mahasiswa hingga peneliti. Di sana kami berdiskusi dan melakukan perencanaan dari konsep hingga acara apa saja yang akan digelar dalam acara ini,” tukas Alung saat di Tengah perhelatan acara, Rabu (8/11/2023).

GR X LPIK Vol. 2 dilaksanakan tepat satu tahun pada penyelenggaraan Vol.1. Secara konsep tidak beda jauh. Hanya saja GR X LPIK Vol. 2 dilaksanakan sekaligus launching zine dengan tajuk GreenHorn Vol.1 yang berisi catatan berita, puisi, pres rilis, hingga essay. Alung menyebut acara ini dapat menjadi wadah bagi para pecinta musik underground yang ada di UIN Bandung.

“Acara ini dibuat sebagai wadah, tempat menuangkan ide dan gagasan bagi para pekerja seni dan kreatif di UIN SGD Bandung. Sulit mencari band di UIN karena politik yang ketat. Namun, dengan acara ini, mereka akan bebas mengeksekusi garapannya,” tukas Alung.

Di sisi lain, vokalis Gummy, Seedqi (22) mengatakan sejumlah lagu yang diciptakan terinspirasi dari sebuah aspirasi Masyarakat yang fokus dalam membuat sebuah karya. Tak tertinggal, penggunaan teknologi dalam penyebaran pesan menjadi fokus utama band bernuansa hardcore tersebut menciptakan lirik berhasrat kritik.

“Bagi kami, aspirasi warga menjadi fokus dalam pembuatan karya. Selain itu, penggunaan teknologi untuk memperluas jangkauan karya dan dampaknya didengar oleh banyak orang,” jelas Seedqi setelah ia sukses tampil.

Bagi mereka, acara ini bukan sekadar pertemuan para pegiat dan penikmat musik underground, tetapi jadi momentum yang berharga untuk menyampaikan beragam keresahan mereka lewat karya, lirik, musik, dan kabar.

Redaktur: Kinanthi Zahra/Suaka



Leave a comment