Metamorfosis Hidup Melawan Stigma
Metamorfosis Hidup Melawan Stigma.
Teks dan Foto : Nur Ainun/Suaka
Dena, 32 tahun, seorang wanita pria atau waria, mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang kini memilih hidup dengan peruntungan di jalan lain. Setiap harinya Dena bersama ibunya bergantian menjaga gerobak yang berisi jualan, minuman aneka rasa, kopi, hingga gorengan demi membuat dapur kontrakan tetap mengepul.
Berbekal ijasah SMA, tak mudah bagi waria asal Cimahi ini untuk memperoleh pekerjaan formal. Berkali-kali mengajukan lamaran kerja di berbagai perusahaan dan kantor, namun nihil, status sosial sebagai waria membuatnya kerap mendapatkan diskriminasi dan penolakan.
Alih-alih menerima semua konsekuensi pilihan hidup, keputusan menjadi seorang waria jadi jalan panjang berliku yang harus dilalui. Dena kerap menjadi korban diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam lingkup pekerjaan tapi juga dalam hak beragama dan beribadah.
Sambil mengaduk kopi di tangannya, waria berkulit sawo matang ini bercerita, “Diskriminasi jadi makanan sehari-hari pokoknya. Tidak hanya sulit mencari pekerjaan, beribadahpun demikian. Kalau saya ke masjid buat solat, ga ada yang mau solat di dekat saya, saya dijauhi, diusir juga pernah,” keluhnya, mengingat kejadian yang telah ia lalui.
“Minggir sana, dasar kafir, banyak dosa,” ujarnya menirukan gaya bicara orang-orang yang mencemohnya. “Padahal saya hanya ingin beribadah dengan tenang, tapi kok susah sekali, huh,” Dena menghelah napas pelan.
Sebagai seorang pemeluk agama Islam, Dena mengaku rajin salat. Meski tidak sering, ia pun juga ke masjid untuk beribadah. Namun, Dena tidak beribadah sebagai perempuan. Berpakaian dan berdandan layaknya perempuan, hanya ketika bekerja dan beraktivitas di luar rumah. Ketika beribadah Dena akan berpenampilan layaknya laki-laki, “Ketika saya beribadah, ya layaknya laki-laki biasa. Kopiah dan sarung tetap saya gunakan, solat di shaf laki-laki juga tentunya,” tukasnya memperjelas.
Meski kerap mendapatkan diskriminasi, hal tersebut tidak mengurangi semangat Dena dalam menjalani hidup. Nyala semangat semakin berkobar kala dirinya bergabung dengan komunitas Srikandi Pasundan, sebuah komunitas yang berperan sebagai tempat rehabilitasi, wadah aspirasi dan tempat mengejar mimpi bagi para waria maupun transpuan agar mampu saling menguatkan satu sama lain.
Bersama teman-teman Srikandi Pasundan, Dena menemukan teman, keluarga juga saudara senasib sepenanggungan, “Saya bersyukur bergabung di Srikandi Pasundan. Diterima dengan baik, berkarya sesuai passion, juga bertemu teman-teman yang saling support, meski berbeda keyakinan dan agama. Kita semua sudah seperti saudara, kita saling menguatkan,” kilah Dena.
Seakan gayung bersambut, setelah bergabung dengan Srikandi Pasundan, semakin kuat pula keputusannya untuk berhenti sebagai PSK. Kala tahun 2020 di awal pandemi, ekonomi yang tidak stabil membuat Dena memutar otak, mencari cara agar tetap bertahan hidup di tengah wabah pandemi yang tidak mereda.
“Sulit sekali mencari pekerjaan yang layak bagi seorang waria. Jadi, meskipun berhenti menjadi PSK, saya tetap bekerja di lingkungan tempat hiburan, di sana saya meminta kerjaan lain seperti menjadi penata rambut dan penata rias kawan-kawan waria, saya ingat sekali, waktu itu saya tetap dicemooh karena mencari uang di tempat hiburan yang bagi mereka haram tapi gapapa itu hak mereka,” tandasnya berpasrah.
Meski telah meninggalkan pekerjaan lamanya, stigma buruk tentang dirinya sebagai waria tidak lepas dari kehidupan Dena. Sebagai waria sekaligus mantan penjaja seks, mencicipi kehidupan, pahit, manis, asam dan kecut telah dirasakan sendiri. Proses panjang yang belum berakhir, membuat Dena menyadari jika perjalananya adalah metamorfosis kehidupan.
“Jujur, saya kadang capek tapi dipaksa tetap kuat untuk bertahan hidup. Ya mau bagaimana lagi, saya terima ini sebagai nasib saya. Tuhan itu enggak tidur, saya percaya itu. Saya yakin tuhan nggak mungkin memilih saya, kalau saya tidak bisa melalui semua ini. ” ujar Dena menutup percakapan sore itu.
Redaktur: Kinanti Zahra/Suaka
Leave a comment